Rabu, 30 Desember 2015

Takziyah ke Pati


Hingga Senin pagi, saya belum bisa berangkat ke Pati. Alhamdulillah, sekitar jam 9 pagi ada titik terang. Retno, teman saya, mengabarkan kalau pihak pesantren almamater kami akan takziyah ke Pati. Kebetulan Retno mengajar di almamater. Sehingga bisa langsung menyampaikan berita duka ini ke pihak pesantren.

***************************************
Silakan baca cerita sebelumnya: Kabar Duka #1
                                                Kabar Duka #2
****************************************           

Saya bilang saya ikut. Retno menjawab OK. In shaa Allah kami bakal berangkat hari Selasa, sekitar jam 10 malam. Urusan sopir dan kendaraan dari pesantren. Begitu Retno bilang di WA. Alhamdulillah. Saya mengiyakan saja. Buat saya yang penting berangkat dan sampai ke Pati. Saya juga mengabarkan ke teman-teman di grup tentang hal ini.  Keberangkatan saya ke Pati memang bukan hanya untuk diri sendiri, tapi juga mewakili teman-teman yang tidak bisa hadir karena jarak dan juga waktu.

Tak sabar rasanya menunggu hari Selasa tiba. Selama itu pula saya tak bisa konsentrasi mengajar. Rasa duka itu belum bisa hilang. Duhai, begini rasanya kehilangan orang yang kita sayangi selama-lamanya. Merry memang tak terlahir dari rahim yang sama dengan saya. Tapi kehilangan Merry seperti kehilangan saudara kandung. Sedih sekali.

Hari Selasa, saya pulang kerja sekitar jam 8 malam.  Begitu sampai di rumah berkemas dan mandi. Retno kirim pesan bahwa keberangkatan diundur, belum tahu jam pastinya. Saya tetap mempersiapkan diri supaya sewaktu-waktu dihubungi tinggal berangkat.

Akhirnya kami berangkat jam 12 malam. Selain saya dan Retno, ada dua guru kami; Ustadzah Inganah dan Ustadzah Umi, serta Ibu Alin, istri direktur pesantren.          

Ternyata jalan menuju Pati cukup baik. Hanya sedikit jalan bergelombang di Ngawi. Selebihnya halus mulus. Maklum, jalur pantura yang dilalui kendaraan-kendaraan besar. Sekitar jam 4 kurang kami sudah sampai di Rembang. Adzan shubuh berkumandang. Kami berhenti di sebuah mushola kecil di pinggir jalan sembari istirahat. Ketika tanya ke penduduk setempat, Pati tinggal satu jam lagi. Alhamdulillah.

Tepat jam 05.30 kami masuk Pati, daerah Juwana tepatnya. Kami singgah di rumah kakak beradik Kak Ula dan Affa, alumni pesantren juga. Di sini kami istirahat dan membersihkan diri sebelum takziyah.  

Jam tujuh pagi kami sudah siap berangkat ke pesantren tempat pengabdian Merry. Sekitar 15 menit perjalanan dari Juwana. Di sana kami sudah ditunggu oleh pengasuh pesantren, Ustadzah Yuli dan suaminya. Sayang, saya lupa nama pesantrennya :(.          

Ustadzah Yuli cerita panjang lebar tentang Merry dan sakitnya. Kesimpulannya, Merry orang yang sangat baik dan semua orang menyayangi Merry, termasuk para santri dan wali santri. Aaah, kamu benar-benar disayang banyak orang, Merry.

Setelah menikmati sarapan, kami melanjutkan perjalanan ke sekolah tempat Merry mengajar. Oh ya, Merry mengajar di SD Yaumi yang juga milik pesantren. Lokasinya di kota, agak jauh dari pesantren. Sementara di pesantren itu adalah asrama dan sekolah bagi siswa tingkat SMP. Sebelum pindah ke SD, Merry juga mengajar di pesantren ini.  

Di SD Yaumi, kami bertemu suami Merry dan pimpinan pesantren. Bapak pimpinan pesantren itu mengisahkan cerita yang hampir sama seperti Ustadzah Yuli: Merry orang yang sangat baik. Tak pernah menolak tugas yang diberikan. Sedang suami Merry menceritakan kronologi sakitnya Merry hingga detik-detik akhir hayatnya. Cerita dari Ustadzah Yuli dan suami Merry bakal saya tulis di postingan berikutnya.

Semua orang menahan tangis mendengar cerita-cerita itu. Rasanya masih tak percaya Merry telah dipanggil Illahi.
 
Dua buah hati Merry: Diva & Thiya
Tapi yang paling menyesakkan hati adalah ketika kami bertemu dua putri Merry: Diva dan Thiya. Usia mereka baru 5 dan 4 tahun. Saat kami datang, kedua gadis kecil itu sedang mengikuti kegiatan outdoor TK di KODIM setempat. Beruntung, ayahnya mau menjemput.

Pertama kali melihat kedua malaikat itu, seketika dada terasa penuh. Betapa tidak. Kedua anak ini mewarisi garis wajah Merry. Benar-benar mirip ibunya. Ketika satu persatu kami berkesempatan memeluk dan mencium buah hati Merry, tangis haru tak dapat ditahan. Semoga kalian jadi anak sholihah ya, Nak.

Sebenarnya, ada sedikit ganjalan di hati saya. Kami tidak sempat ke makam Merry karena tempatnya lumayan jauh. Merry dimakamkan di kampung mertuanya, cukup jauh dari kota. Padahal sejak sebelum berangkat, niat saya mengaji dan berdoa di makam Merry.

Meski demikian, saya cukup puas. Paling tidak saya sudah ketemu anak-anak Merry, keponakan kami.

*************************
Baca juga: Tentang Merry
post signature

2 komentar:

  1. inna lillahi wa inna ilaihi raajiun..

    BalasHapus
  2. Innalillahi wainnailahirojiun...

    Ya Allah jadi sedih liat dhiva dan Thiya ..
    turut berduka cita yaa mbak Vhoy..
    semoga amal ibadah mbak Merry diterima di sisiNya

    BalasHapus