Hingga
Senin pagi, saya belum bisa berangkat ke Pati. Alhamdulillah, sekitar jam 9
pagi ada titik terang. Retno, teman saya, mengabarkan kalau pihak pesantren almamater
kami akan takziyah ke Pati. Kebetulan Retno mengajar di almamater. Sehingga
bisa langsung menyampaikan berita duka ini ke pihak pesantren.
***************************************
Silakan baca cerita sebelumnya: Kabar Duka #1
****************************************
Saya
bilang saya ikut. Retno menjawab OK. In shaa Allah kami bakal berangkat hari
Selasa, sekitar jam 10 malam. Urusan sopir dan kendaraan dari pesantren. Begitu
Retno bilang di WA. Alhamdulillah. Saya mengiyakan saja. Buat saya yang penting berangkat dan
sampai ke Pati. Saya juga mengabarkan ke teman-teman di grup tentang hal ini. Keberangkatan saya ke Pati memang bukan hanya
untuk diri sendiri, tapi juga mewakili teman-teman yang tidak bisa hadir karena
jarak dan juga waktu.
Tak
sabar rasanya menunggu hari Selasa tiba. Selama itu pula saya tak bisa
konsentrasi mengajar. Rasa duka itu belum bisa hilang. Duhai, begini rasanya
kehilangan orang yang kita sayangi selama-lamanya. Merry memang tak terlahir
dari rahim yang sama dengan saya. Tapi kehilangan Merry seperti kehilangan
saudara kandung. Sedih sekali.
Hari
Selasa, saya pulang kerja sekitar jam 8 malam. Begitu sampai di rumah berkemas dan mandi.
Retno kirim pesan bahwa keberangkatan diundur, belum tahu jam pastinya. Saya tetap
mempersiapkan diri supaya sewaktu-waktu dihubungi tinggal berangkat.
Akhirnya
kami berangkat jam 12 malam. Selain saya dan Retno, ada dua guru kami; Ustadzah
Inganah dan Ustadzah Umi, serta Ibu Alin, istri direktur pesantren.
Ternyata
jalan menuju Pati cukup baik. Hanya sedikit jalan bergelombang di Ngawi. Selebihnya
halus mulus. Maklum, jalur pantura yang dilalui kendaraan-kendaraan besar. Sekitar
jam 4 kurang kami sudah sampai di Rembang. Adzan shubuh berkumandang. Kami berhenti
di sebuah mushola kecil di pinggir jalan sembari istirahat. Ketika tanya ke
penduduk setempat, Pati tinggal satu jam lagi. Alhamdulillah.
Tepat
jam 05.30 kami masuk Pati, daerah Juwana tepatnya. Kami singgah di rumah kakak
beradik Kak Ula dan Affa, alumni pesantren juga. Di sini kami istirahat dan
membersihkan diri sebelum takziyah.
Jam
tujuh pagi kami sudah siap berangkat ke pesantren tempat pengabdian Merry. Sekitar
15 menit perjalanan dari Juwana. Di sana kami sudah ditunggu oleh pengasuh
pesantren, Ustadzah Yuli dan suaminya. Sayang, saya lupa nama pesantrennya :(.
Ustadzah
Yuli cerita panjang lebar tentang Merry dan sakitnya. Kesimpulannya, Merry
orang yang sangat baik dan semua orang menyayangi Merry, termasuk para santri
dan wali santri. Aaah, kamu benar-benar disayang banyak orang, Merry.
Setelah
menikmati sarapan, kami melanjutkan perjalanan ke sekolah tempat Merry
mengajar. Oh ya, Merry mengajar di SD Yaumi yang juga milik pesantren. Lokasinya
di kota, agak jauh dari pesantren. Sementara di pesantren itu adalah asrama dan
sekolah bagi siswa tingkat SMP. Sebelum pindah ke SD, Merry juga mengajar di
pesantren ini.
Di SD
Yaumi, kami bertemu suami Merry dan pimpinan pesantren. Bapak pimpinan
pesantren itu mengisahkan cerita yang hampir sama seperti Ustadzah Yuli: Merry
orang yang sangat baik. Tak pernah menolak tugas yang diberikan. Sedang suami
Merry menceritakan kronologi sakitnya Merry hingga detik-detik akhir hayatnya. Cerita
dari Ustadzah Yuli dan suami Merry bakal saya tulis di postingan berikutnya.
Semua
orang menahan tangis mendengar cerita-cerita itu. Rasanya masih tak percaya
Merry telah dipanggil Illahi.
Tapi
yang paling menyesakkan hati adalah ketika kami bertemu dua putri Merry: Diva
dan Thiya. Usia mereka baru 5 dan 4 tahun. Saat kami datang, kedua gadis kecil
itu sedang mengikuti kegiatan outdoor TK di KODIM setempat. Beruntung, ayahnya
mau menjemput.
Pertama
kali melihat kedua malaikat itu, seketika dada terasa penuh. Betapa tidak. Kedua
anak ini mewarisi garis wajah Merry. Benar-benar mirip ibunya. Ketika satu
persatu kami berkesempatan memeluk dan mencium buah hati Merry, tangis haru tak
dapat ditahan. Semoga kalian jadi anak sholihah ya, Nak.
Sebenarnya,
ada sedikit ganjalan di hati saya. Kami tidak sempat ke makam Merry karena
tempatnya lumayan jauh. Merry dimakamkan di kampung mertuanya, cukup jauh dari
kota. Padahal sejak sebelum berangkat, niat saya mengaji dan berdoa di makam
Merry.
Meski
demikian, saya cukup puas. Paling tidak saya sudah ketemu anak-anak Merry,
keponakan kami.
*************************
Baca juga: Tentang Merry
inna lillahi wa inna ilaihi raajiun..
BalasHapusInnalillahi wainnailahirojiun...
BalasHapusYa Allah jadi sedih liat dhiva dan Thiya ..
turut berduka cita yaa mbak Vhoy..
semoga amal ibadah mbak Merry diterima di sisiNya